PELAKSANAAN
FUNGSI TREASURY
DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Adakah
disadari oleh Menteri Keuangan ketika mengambil keputusan bersama para
Elit
Pengelola Keuangan Negara yang ada di Kementeriannya maupun
yang
ada di Kemenko Perekonomian
untuk
menyerahkan beberapa kewenangan dalam penganggaran
Kepada
Bappenas, pada hakikatnya,
tidak
sejalan dengan praktek dalam system politik
di
negara ini ?
(lanjutan)
2. Fungsi Treasury Dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Indonesia
Kendati
Indonesia menganut system politik dengan model monochepalist, di mana Presiden
sebagai Kepala Negara sekaligus juga merupakan Kepala Pemerintahan, system
politik Indonesia ternyata berbeda dengan system politik Amerika Serikat. Salah
satu perbedaan yang mencolok adalah kewenangan Presiden di bidang legislasi.
Sementara
itu, walaupun system politik Indonesia tidak berbeda dengan pola system politik
Amerika Serikat yang menganut pola Monochepalist, dalam tata kelembagaan
pengelola keuangan negara, Indonesia lebih condong mengikuti pola Eropa. Sejak
kemerdekaan, Indonesia mengenal adanya institusi perencanaan, yang dulu dikenal
dengan nama Depernas yang dalam perkembangannya kini menjadi Bappenas, dan
Kementerian yang mengelola keuangan, yaitu Kementerian Keuangan. Di dalam
Kementerian Keuangan itu sendiri, dari sejak dulu dikenal adanya pemegang
fungsi treasury, yaitu yang bermula bernama Direktorat Thesauri Negara, kemudian
menjadi Direktorat Perbendaharaan dan Tata Laksana Anggaran, yang kini bermetamorfosa
menjadi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara. Dalam perkembangannya peran
treasury pernah berada pada posisi yang salah dari sudut konsepsi pengelolaan
keuangan yang baik, yaitu ketika berada di bawah Direktorat Jenderal Anggaran.
Pola
Kelembagaan Pengelola Keuangan Negara sebagaimana disampaikan di atas sudah
secara jelas dan tegas tertuang dalam Undang-undang No. 17 tahun 2003, yaitu
Undang-undang Keuangan Negara. Sementara itu, peran treasury secara rinci telah
dituangkan dalam Undang-undang no. 1 tahun 2004, yaitu Undang-undang
Perbendaharaan.
Yang
kini justru perlu dipertanyakan, adalah bagaimana implikasi terbitnya Perpres
No. 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran yang
konon menempatkan Bappenas dalam posisi seperti layaknya OMB dalam system
Lembaga pengelola keuangan negara di Amerika ? Apakah
peran Kementerian Keuangan juga akan disesuaikan sebagai Secretary of
Treasury nya Indonesia ?
Semua
itu kiranya perlu diperjelas sejak hari ini, sebab siapa yang berani menyatakan
bahwa kelembagaan pengelola Keuangan Negara, khususnya, di Kementerian Keuangan
masih memiliki kewenangan yang utuh, walaupun secara de facto secara
kelembagaan memang tidak berubah.
Perubahan
seperti apa yang akan dilakukan dalam kelembagaan ? Harusnya
Kementerian Keuangan tidak perlu malu-malu untuk bertanya pada dirinya sendiri.
Haruskah menjadi Bendahara Umum Negara ataukah harus tetap menjadi Kementerian
Keuangan ?
Sebenarnya,
peran Bendahara umum Negara, bila diperhatikan bukanlah peran yang sederhana.
Dalam
praktek selama ini, kendati telah dituangkan dalam undang-undang, peran
Bendahara Umum Negara hanya bergerak dalam dimensi mikro. Hanya sekedar
melaksanakan kegiatan terkait dengan penerimaan dan pengeluaran negara. Itu pun
peran-peran pentingnya sudah tidak lagi ditangannya dengan alasan tertentu.
Dalam
kaitan ini, bisa diperhatikan jargon yang menyatakan
bahwa The Minister of Finance is the last resort of the Government
expenditures kini sudah tidak lagi kedengaran. Padahal, itu adalah
peran penting Bendahara Umum Negara yang dapat menghindarkan financial
fraude dalam pengelolaan keuangan yang mungkin dilakukan oleh berbagai
pihak. Jargon tersebut adalah sebuah cerminan dari prinsip mekanisme check
and balance yang menjadi unsur dalam Fiscal Transparency.
Mengacu
pada konsepsi yang tidak berbeda dengan negara-negara lain, harusnya, fungsi
treasury dapat berkembang dalam dimensi yang lebih luas, yaitu dimensi makro.
Bila
berpatokan pada penelitian Adolf Wagner yang kemudian melahirkan dalil yang
berupa the law of ever increasing government expenditures yang
pada gilirannya menempatkan APBN sebagai alat kebijakan ekonomi Pemerintah,
sudah seharusnya fungsi treasury menjadi sangat penting.
Berbagai
konsekuensi atas hal tersebut, sebagaimana dilakukan di berbagai negara
Treasury atas nama Pemerintah melakukan kegiatan di bidang fiskal, moneter, dan
ekonomi. Dengan peran yang dilakukan setiap saat ketika menghadapi terjadinya
deficit anggaran, Bendahara Umum Negara adalah The Banker of The
Government. Dan tugasnya bukanlah sekedar menangani cash mismatch.
Dalam
beberapa hal, tidak dipungkiri bahwa banyak fungsi treasury yang telah ada dan
dilaksanakan di Kementerian Keuangan. Fungsi-fungsi tersebut terserak di
berbagai Direktorat Jenderal. Keterserakan peran dan fungsi tersebut hari ini
telah menempatkan Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyandang nama yang
terlalu besar. Padahal dalam kenyataannya, hanya melakukan fungsi dan peran
treasury yang sangat kecil.
*
* *