Sunday, February 23, 2020



PELAKSANAAN FUNGSI TREASURY
DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA [1] 
Adakah disadari oleh Menteri Keuangan ketika mengambil keputusan bersama para
Elit Pengelola Keuangan Negara yang ada di Kementeriannya maupun
yang ada di Kemenko Perekonomian  
untuk menyerahkan beberapa kewenangan dalam penganggaran 
kepada Bappenas, pada hakikatnya,
tidak sejalan dengan praktek dalam system politik 
di negara ini ? 

(bagian pertama....)


Introduksi



Masih adakah peran Bendahara Umum Negara (BUN) atau Treasurer dalam konstelasi lembaga pengelola Keuangan Negara di Indonesia dewasa ini ?  Pertanyaan semacam ini,  bagi para elit pengelola keuangan negara mungkin dirasakan sebagai pertanyaan yang aneh.  Bahkan, mungkin dianggap sebagai pertanyaan yang mengada-ada atau sebagai silly question.

Namun, kalau saja para elit tersebut mau jujur dan mau sedikit memperhatikan praktek pengelolaan Keuangan Negara pada saat ini, pertanyaan yang sama, walaupun mungkin sangat samar akan muncul juga dalam pemikiran mereka. Di sisi lain, pada tingkat mikro, pertanyaan tersebut menjadi sangat jelas, atau justru merupakan titik kritis, pada tingkat  kajian teknis yang kini berkembang di republik ini.

Berbagai pihak boleh saja berpendapat bahwa penyerahan kembali sebagian kewenangan Menteri Keuangan di bidang penganggaran kepada Bappenas adalah sebuah langkah maju. Penyerahan kewenangan penganggaran tersebut, yang konon telah menempatkan Bappenas seperti layaknya Office Management of Budget (OMB) dalam sistem pengelolaan Keuangan Negara di Amerika, menurut para elit pengelola Keuangan Negara di Indonesia, adalah sebuah kebutuhan di negara ini.

It is a must !  Apanya yang salah, kata mereka. Toh di Amerika Serikat, tempat kelahiram sistem yang menggumakan Lembaga OMB, pola tersebut tidak pernah menimbulkan masalah. Bahkan, masih kata mereka, berbagai negara, termasuk negara di Asia, seperti Korea Selatan dan Thailand, juga telah menerapkan pola tersebut sejak beberapa tahun silam.

Oleh karena itu, usul yang digagas oleh Kementerian Keuangan, yang sudah tentu merupakan buah pikir para elit di Kementerian Keuangan, yang telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP), yaitu PP No. 17 tahun 2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran, adalah merupakan langkah yang tepat menuju pola baru pengelolaan Keuangan Negara di Indonesia.

Walaupun, disadari atau tidak, langkah tersebut ternyata tidak sejalan dengan Undang-undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Tapi, untuk dan atas nama kemajuan, menurut mereka, langkah itu sah-sah saja. Kalau memang perlu, bahkan, harus dilakukan reformasi yang membawa perubahan yang sangat mendasar pada sistem dan tatanan kelembagaan pengelola Keuangan Negara di Indonesia.

Hal-hal tersebut di atas, menurut hemat saya, adalah merupakan wacana yang sangat menarik untuk dijadikan entry point dalam mengawali diskusi tentang Perbendaharaan atau Treasury, baik dari segi kelembagaan maupun perannya dalam sistem pengelolaan Keuangan Negara di Indonesia, khususnya ditinjau dari segi makro konsep. Sementara itu, di sisi lain, berbagai permasalahan teknis yang muncul dalam pelaksanaan pengelolaan Keuangan Negara antara Kementerian Keuangan, dalam hal ini pemegang fungsi treasury, yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dengan pihak-pihak lain, yaitu Kementeria/ Lembaga dan masyarakat, merupakan segi mikro yang tidak kalah menariknya untuk didiskusikan.

Terkait dengan itu, materi diskusi akan disajikan dalam dua bagian, yaitu: Pengaruh Sistem Politik Terhadap Lembaga Pengelola Keuangan Negara, dan Fungsi Treasury Dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Indonesia.



1.       PENGARUH SISTEM POLITIK TERHADAP LEMBAGA PENGELOLA KEUANGAN NEGARA



Bukan seperti yang pada umumnya dipahami oleh berbagai pihak, bahwa ternyata menurut taxonomie (pohon keilmuan), bahwa disiplin Ilmu Keuangan Negara merupakan cabang dari Ilmu Hukum Tata Negara. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila ilmu Keuangan Negara banyak bersinggungan dengan Ilmu Politik dan Ilmu Hukum. Inilah praktek dan pemikiran yang hingga kini berkembang dan dikukuhi hampir sebagian besar Ahli Keuangan Negara di daratan Eropa.

Oleh karena itu, Anggaran Negara, yang merupakan inti dari Keuangan Negara, didefinisikan sebagai sebuah bentuk ‘kesepakatan’ antara Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif yang dituangkan dalam sebuah dokumen politik. Kesepakatan dimaksud berisi sebuah rencana kerja yang dituangkan dalam bentuk uang.

Atas dasar kenyataan tersebut, system politik di suatu negara sangat berpengaruh terhadap system kelembagaan pengelolaan keuangan negaranya. Hal ini dapat dilihat secara nyata di negara-negara yang menganut sistem politik dengan model Monochepalist atau yang lebih dikenal dengan system Presidentiel, dibandingkan dengan negara negara yang menganut system politik dengan model Bichepalist atau yang lebih dikenal dengan system parlementer.

Dalam system presidential di mana Presiden merupakan Kepala Negara dan sekaligus Kepala Pemerintahan, kewenangan untuk menyusun rencana anggaran mutlak di tangan Presiden. Dalam system ini, seorang Presiden hanya membutuhkan sebuah institusi yang mampu menerjemahkan janji-janji kampanyenya (presidential campaign) ke dalam rencana aksi yang akan diwujudkan secara berkesinambungan selama kepemimpinannya. Artinya, lembaga tersebut memiliki tugas menyusun perencanaan sekaligus menyusun penganggarannya.

Pola ini dipelopori oleh Amerika Serikat. Dan institusi penerjemah janji-janji kampanye kepresidenan tersebut dikenal dengan nama Office Management of Budget (OMB). Sebagai lembaga penyusun perencanaan yang sekaligus menuangkannya dalam rencangan  anggaran pendapatan dan belanja negara, OMB memiliki peran:

      ·    Menyusun asumsi ekonomi makro

     ·      Menyiapkan proyeksi penerimaan pajak, dan

     ·     Membahas berbagai aspek perencanaan dan penganggaran dimaksud dengan Presiden dan para pembantunya.

Dengan pola seperti tersebut di atas, system pengelolaan keuangan negara di Amerika Serikat  tidak memerlukan institusi Kementerian Keuangan. Sementara itu, yang dibutuhkan adalah sebuah Treasury Department.

Sementara itu, system politik dengan model Bichepalist dikenal dengan sitem politik parlementer. Dalam system ini, terdapat pemisahan antara peran Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Sistem politik semacam ini populer di berbagai negara di daratan Eropa, baik yang berbentuk republik maupun yang berbentuk kerajaan.

Yang penting untuk dikemukakan dalam system ini terkait dengan masalah penganggaran, adalah bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan hasil kolaborasi antara Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan. Dalam system yang populer di daratan Eropa ini, peran Menteri Keuangan dalam penyusunan anggaran adalah sangat dominan. Dalam berbagai kepustakaan tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa The Minister of Finance presides the budget meeting on behalf of The Head of The Government.

Dalam konstelasi kelembagaan pengelola Keuangan Negara dapat dilihat keberadaan Kementerian Perencanaan, Kementerian Keuangan yang memegang fungsi penganggaran dan perbendaharaan. Sementara itu, bila diperhatikan, di Perancis, disamping Menteri keuangan terdapat pula Menteri Anggaran yang membawahi Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Fungsi Treasury .......




[1] Disajikan dalam Seminar Hukum Keuangan Negara yang diselenggarakan atas Kerjasama antara Politeknik Keuangan Negara-STAN dengan Direktorat Sistem Perbendaharaan – DJPB tanggal 20 Pebruari 2020 di Jakarta.




No comments:

Post a Comment