RAISON d'ETRE

Pada suatu saat, pernah terbetik suatu keinginan dari berbagai pihak, terutama para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), agar lembaga legislatif di republik kita ini memiliki hak untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana halnya lembaga eksekutif.

Pada suatu saat lain, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terpaksa harus menginap di ’hotel prodeo’, karena oleh para penegak hukum di republik ini telah dinyatakan melakukan korupsi berjama’ah. Padahal, berbagai keputusan yang dituduhkan kepada para anggota dewan yang terhormat tersebut ternyata diputuskan bersama-sama lembaga eksekutif dalam suatu forum sakral dan dituangkan dalam dokumen resmi yang disebut dengan Peraturan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kemudian, banyak pihak dipaksa untuk mengernyitkan keningnya ketika mengetahui seorang petinggi pemerintahan dan juga seorang pejabat suatu perusahaan negara yang bergerak di bidang perbankan dituduh telah merugikan keuangan negara, padahal masyarakat menyang-sikan bahwa uang tersebut memang uang Negara dalam arti sebenarnya.

Sementara itu, para birokrat di berbagai lembaga pemerintah merasa ragu dalam mengambil keputusan, ataupun bahkan menolak menduduki jabatan tertentu terkait dengan pengelolaan keuangan negara, karena kurang memahami berbagai konsep (baru) keuangan Negara, sehingga khawatir tertimpa musibah.

Di lain pihak, karena ilmu keuangan negara yang disoroti dari berbagai dimensi keilmuan kurang berkembang di Indonesia, para cerdik pandai merasa ragu memasuki wilayah keilmuan ini, dan hanya sekedar mencoba meraba-raba dan membuat tafsiran dari sudut pandang keilmuan yang dimilikinya.

Itulah kira-kira sebagian alasan dibukanya BLOG yang khusus untuk mendiskusikan masalah-masalah keuangan Negara di Indonesia.

Partisipasi semua pihak dalam mendiskusikan berbagai permasalahan keuangan negara di republik ini akan merupakan usaha bersama untuk melakukan studi tentang konsepsi keuangan negara dan memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat.

Perlu disampaikan bahwa konsep baru keuangan negara yang dikembangkan oleh para pemikir yang kemudian dituangkan dalam paket undang-undang bidang keuangan negara maupun ketentuan derivasi lainnya, memang belum dapat dikatakan sempurna.

Namun bagaimanapun, lahirnya paket undang-undang tersebut di atas merupakan kenyataan bahwa Indonesia kini telah memiliki sistem keuangan negara sendiri, sehingga terlepas dari berbagai pengaruh ketentuan keuangan kolonial yang antara lain bertahun 1800-an.

Oleh sebab itu, sudah selayaknya bila semua pihak memberi apresiasi dan berusaha memahami sebaik-baiknya, seperti ungkapan bahasa Prancis di bawah ini :

----SI ON A PAS CE QUE L’ON AIME, IL FAUT AIMER CE QUE L’ON A ---

Salam

(SS)

Catatan :

Dalam rangka memenuhi saran dan pendapat berbagai pihak, artikel dalam Blog ini dikategorikan dalam :

* RUBRIK, yaitu artikel yang ditulis sesuai dengan design topik yang telah ditetapkan dalam blog ini.

* INTERMEZZO, yaitu artikel yang membahas masalah-masalah keuangan negara yang bersifat actual.

* TANGGAPAN, yaitu artikel yang berisi respons terhadap pertanyaan atau komentar pembaca yang, karena sifatnya, perlu dijelaskan secara lebih detail.



- - - - - -



Monday, December 24, 2018



HUBUNGAN DANA PENSIUN PADA BUMN DENGAN
KEUANGAN NEGARA
(…. lanjutan..)


Beberapa hari terakhir ini Mahkamah Konstitusi disibukkan 
dengan masuknya permohonan pengujian terhadap 
Undang-undang no. 11 Tahun 1992 tentang DANA PENSIUN.
Yang jadi pokok permasalahan adalah pertanyaan tentang ada atau tidaknya
hubungan antara Dana Pensiun pada BUMN dengan 
Keuangan Negara.
Pasalnya, beberapa anggota Pengurus Dana Pensiun tersebut ternyata
dituduh melakukan perbuatan tindak pidana korupsi,.....
dan telah diputuskan bersalah.
Putusan Majelis Hakim Tipikor tersebut tak urung
menyisakan tanda tanya pada berbagai pihak.
Benarkah Dana Pensiun di suatu BUMN memiliki hubungan
dengan Keuangan Negara ?
Bukankah Dana Pensiun menurut undang-undang tersebut
memiliki keterpisahan kekayaan dengan
Pendirinya, yaitu BUMN yang bersangkutan ?

--------------------
Dapen PT PERTAMINA berada dalam lingkup Keuangan Negara
Ini adalah merupakan kenyataan yuridis, khususnya, dari sudut Hukum Keuangan Negara.Dua alasan yang dapat digunakan sebagai dasar pijak :
1.    Dapen PT PERTAMINA institusi penerima fasilitas Negara
Dua ciri khusus, sebagaimana dinyatakan dalam akta pendiriannya, bahwa Dapen PT PERTAMINA merupakan :
a.    Dana Pensiun Pemberi Kerja;
b.    Dana Pensiun yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP).
Ciri tersebut sesuai dengan maksud pasal  5  dan pasal 1 angka 7 Undang-undang no. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam pasal …. undang-undang tersebut bahwa PENDIRI, dalam hal ini PT PERTAMINA, berkewajiban melakukan penghimpunan dana dari para pekerja (karyawan) serta kemudian menyerahkan pengelolaannya kepada Dapen PT PERTAMINA sebagai PENGURUS.
Dalam model Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), kendati Pengurus memiliki kewenangan dalam melaksanakan investasi, arahan investasi dilakukan oleh Pendiri. Artinya, bahwa berbagai tindakan dalam pelaksanaan investasi hanya dapat dilakukan oleh Pengurus sepanjang sesuai dengan arah yang telah ditetapkan oleh Pendiri.
Dalam hal ini, Pengurus berkewajiban melakukan investasi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (secara prudent) bagi kepentingan pendiri, pekerja dan pensiunan. Penerapan prinsip kehati-hatian dimaksud tujuannya, antara lain adalah untuk memastikan bahwa dana yang dikelola sanggup memenuhi kewajiban manfaat pasti bagi para pensiunan dan bagi para pekerja pada saat mereka memasuki masa pensiun.
Pola hubungan kerja tersebut, membawa konsekuensi bahwa segala akibat yang mungkin terjadi dalam pengelolaan investasi akan menjadi tanggungjawab Pendiri. Oleh karena itu, walaupun kekayaan Dapen PT PERTAMINA terpisah dari PT PERTAMINA selaku Pendiri, kekurangan pendanaan yang mungkin terjadi sebagai akibat   kebijakan investasi yang arahnya ditetapkan oleh Pendiri akan menjadi tanggungjawab Pendiri, dan wajib diserahkan kepada Pengurus.
Dari uraian di atas, secara jelas dapat dilihat bahwa Dapen PT PERTAMINA adalah merupakan institusi non-struktural yang berada dalam lingkup BUMN yang mendapatkan fasilitas Pemerintah, dalam hal ini PT Pertamina --dan anak-anak perusahaannya--, dalam bentuk kebijakan dalam pengelolaan dana, termasuk dalam pengelolaan investasi.
Dengan demikian, dalam hubungan ini, keterkaitan Dapen PT PERTAMINA dengan Keuangan Negara bukanlah semata-mata disebabkan karena status kelembagaannya sebagai BUMN ataupun anak BUMN, melainkan karena kedudukannya sebagai sebuah institusi yang mendapatkan fasilitas negara untuk melakukan pengelolaan asset negara yang dapat berakibat pada berkurangnya asset negara yang berada di tangan BUMN sebagai Pendiri. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Undang-undang no. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 2 huruf g dan i yang berbunyi :
 Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi  :
a.    ….
…..
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikanpemerintah.

2.    Kerugian Dapen PT PERTAMINA mengakibatkan Kerugian Negara

Merujuk pada definisi tentang kerugian negara bahwa, yang dimaksud dengan kerugian Negara adalah kekurangan asset/ kekayaan Negara karena suatu perbuatan melanggar/ melawan hukum, lalai, ataupun karena force majeur. Kekurangan asset/ kekayaan ini dapat terjadi antara lain karena uang yang seharusnya disetor, tidak disetor; kekayaan yang seharusnya menjadi milik Negara, tidak menjadi milik Negara; atau dapat juga antara lain, karena uang yang berada di kas Negara berkurang secara melanggar/ melawan hukum; atau asset yang menjadi milik Negara terlepas dari kepemilikan Negara secara melanggar/ melawan hukum.
Kerugian yang diderita oleh Negara dalam perannya selaku otoritas akan memiliki dampak langsung yang sangat luas, yaitu kepada rakyat. Misalnya, tindakan dalam menggelapkan dana-dana yang ditujukan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, pendidikan, kesehatan, dlsb yang pada hakekatnya dikelola oleh kementrian/ lembaga akan menurunkan kemampuan pemerintah dalam memberikan layanan kepada masyarakat yang secara langsung akan berakibat terhadap penderitaan masyarakat. Pemikiran inilah yang kemudian dijadikan alas dalam penindakan kasus penggelapan atas asset Negara yang kemudian lebih dikenal sebagai kasus korupsi.

Sementara itu, kerugian yang terjadi dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan akan merugikan individu, yaitu perusahaan yang kebetulan pemiliknya adalah Negara. Kerugian dimaksud akan menurunkan kemampuan usahanya dalam mencari keuntungan. Penilaian terhadap tindakan yang merugikan dimaksud harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas yang berlaku.

Oleh karena itu, kerugian yang terjadi dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan (BUMN), tidak selalu merupakan kerugian Negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kerugian dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan harus dipandang sebagai suatu akibat tindakan profesional dalam mencapai tujuan, yaitu mencari keuntungan.

Namun demikian, kerugian yang terjadi dalam pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan dapat merupakan kerugian Negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Keuangan Negara, bilamana kerugian dimaksud terjadi bukan karena keputusan atau kebijakan dalam pelaksanakan tujuan, yaitu operasi bisnis, melainkan karena tindakan melawan hukum lain, misalnya karena kecurangan dan kelalaian dalam pengelolaan keuangan (financial fraude), termasuk pengelolaan asset yang dapat dinilai dengan uang.

Dengan demikian, dengan mengacu pada uraian di atas, kerugian yang terjadi pada Dapen PT PERTAMINA yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum yang kemudian berakibat pada terjadinya kerugian pada PT PERTAMINA merupakan kerugian negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang no. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Pemeriksaan BPK RI : sebuah kewenangan atributif
Dari uraian yang disampaikan pada angka 1 dan angka 2 di atas dengan jelas dapat dilihat bahwa kewenangan BPK RI dalam melakukan audit terhadap Dapen PT PERTAMINA didasarkan pada dua hal.

Pertama, bahwa BPK RI atas dasar undang-undang memiliki kewenangan untuk melakukan audit terhadap seluruh asset yang dikelola oleh institusi/ lembaga Pengelola Keuangan Negara yang berada dalam tiga sub bidang Keuangan Negara, yaitu: sub bidang Pengelolaan Fiskal, sub bidang Pengelolaan Moneter, dan sub bidang Pengelolaan Kekayaan Negara yang Dipisahkan (BUMN, dlsb) yang secara rinci diatur dalam pasal 2 Undang-undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Kedua, bahwa BPK RI memiliki kewenangan untuk melakukan audit dalam rangka penghitungan kerugian negara. Kewenangan ini tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga audit swasta terkait dengan kompetensinya di bidang pengelolaan keuangan Negara.

Pasal 29 huruf a UU 11 tahun 1992, apa masalahnya ?
Dalam permohonannya yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi, Pemohon menyampaikan bahwa atas dasar pasal 29 huruf a kekayaan Dana Pensiun PT PERTAMINA (Dapen PT PERTAMINA) merupakan kekayaan yang terpisah dari PT PERTAMINA. Dus, karena itu kekayaan Dapen PT PERTAMINA bukanlah merupakan bagian dari Keuangan Negara.
Pengkaitan Dapen PT PERTAMINA dengan Keuangan Negara menjadi salah satu kekhawatiran yang disampaikan dalam permohonan tersebut (angka 28) mengingat berbagai BUMN pada umumnya telah mendirikan DAPEN sebagai pengelola dana pensiun para karyawannya. Terjadinya kasus pada Dapen PT Pertamina yang mengakibatkan Pengurus Dapen PT Pertamina terlibat dalam kasus korupsi akan sangat berpotensi terjadi pada Pengurus Dapen pada BUMN lainnya.
Dengan mencermati uraian yang telah disampaikan di satu sisi, dan alur pikir yang disampaikan Pemohon melalui Kuasa Hukumnya yang merupakan kunci permasalahan dalam Permohonan uji materi undang-undang tersebut, di sisi lain tampak dengan jelas adanya kerancuan dalam berpikir Pemohon.
Pasal 29 huruf a undang-undang no. 11 tahun 1992 tersebut  yang pada dasarnya merangkum berbagai azas, pada hakekatnya, mengatur tentang asal-usul kekayaan yang dikaitkan dengan azas keterpisahan kekayaan yang pada prinsipnya memberikan pengaturan bahwa pemisahan kekayaan antara institusi Pendiri dan Dapen harus dilakukan.
Pemisahan tersebut dimaksudkan agar menghindarkan kerancuan dalam pengelolaan keuangan dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional institusi, yaitu antara Pendiri dan Pengurus (Dana Pensiun). Bila diperhatikan,  sejauh ini, secara praktis pemisahan tersebut telah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan, dan pada prinsipnya tidak mengalami permasalahan di hampir semua lembaga pengelola  dana pensiun. Tidak terkecuali pada Dapen PT PERTAMINA.
Sebagaimana telah dijelaskan di muka, bahwa keterhubungan antara kekayaan Pendiri dan Dapen hanya terjadi bilamana Dapen tersebut melaksanakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP). Hal ini mengingat risiko pengelolaan dana yang dilakukan oleh Pengurus atas dasar arahan Pendiri akan menjadi tanggungjawab Pendiri. Dus, kekurangan kekayaan yang menyebabkan menurunnya kemampuan Dapen melaksanakan pembayaran kepada para penerima pensiun sebagai akibat kesalahan pengelolaan investasi oleh Pengurus akan mengakibatkan berkurangnya kekayaan Pendiri.
Bila dicermati, permohonan yang diajukan oleh Pemohon   yang   berupa pengujian materiil pasal 29 huruf a, Pasal 52 ayat (1) huruf (a), dan ayat (4) Undang-undang no. 11 Tahun 1992 tentang DANA PENSIUN adalah tidak relevant bila dikaitkan dengan pengelolaan dana pensiun dengan pola Manfaat Pasti pada institusi Dana Pensiun yang didirikan oleh PT Pertamina, selaku Badan Usaha Milik Negara.  
Sekedar mempertegas hal-hal yang telah dijelaskan di atas, perlu kiranya disusun rumusan sebagai berikut :

1.    Terdapat dua model penyelenggaraan pensiun, yaitu melalui Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dan Program Pensiun Manfaat pasti (PPMP).
2. Dalam Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) arahan investasi diberikan oleh Pendiri, sedangkan Pengurus adalah sebagai penyelenggara/ pelaksana.
3. Oleh karena itu, dalam Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) segala risiko investasi  menjadi tanggungjawab Pendiri.
4. Dapen PT PERTAMINA merupakan Dapen yang menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), oleh karena itu kerugian yang terjadi dalam pelaksanaan investasi menjadi tanggungjawab PT PERTAMINA sebagai Pendiri.
5.  Dimasukannya Dapen PT PERTAMINA sebagai bagian dari Keuangan Negara karena dua alasan: 
a.  bahwa Dapen PT PERTAMINA merupakan institusi yang menerima fasilitas negara dalam pengelolaan assetnya (investasi);
b.  bahwa kerugian yang terjadi sebagai akibat kesalahan dalam pengelolaan merupakan tanggungjawab PT PERTAMINA.

6. Oleh karena PT PERTAMINA merupakan BUMN yang termasuk dalam lingkup Keuangan Negara, kerugian PT PERTAMINA yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum merupakan kerugian negara sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang no. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


*

      *            *



Tuesday, December 18, 2018





HUBUNGAN DANA PENSIUN PADA BUMN DENGAN
KEUANGAN NEGARA

Hari-hari terakhir ini Mahkamah Konstitusi disibukkan 
dengan masuknya permohonan pengujian terhadap 
Undang-undang no. 11 Tahun 1992 tentang DANA PENSIUN.
Yang jadi pokok permasalahan adalah pertanyaan tentang ada atau tidaknya
hubungan antara Dana Pensiun pada BUMN dengan 
Keuangan Negara.
Pasalnya, beberapa anggota Pengurus Dana Pensiun tersebut ternyata
dituduh melakukan perbuatan tindak pidana korupsi,.....
dan telah diputuskan bersalah.
Putusan Majelis Hakim Tipikor tersebut tak urung
menyisakan tanda tanya berbagai pihak.
Benarkah Dana Pensiun di suatu BUMN memiliki hubungan
dengan Keuangan Negara ?
Bukankah Dana Pensiun menurut undang-undang tersebut
memiliki keterpisahan kekayaan dengan
Pendirinya, yaitu BUMN yang bersangkutan ?

-----------



Intro
Putusan pengadilan Tipikor yang menghukum para Pengurus Dapen Pertamina dengan  pasal-pasal undang-undang Tipikor tak ayal membuat khawatir para Pengurus Dana Pensiun di semua BUMN. Yang menjadi kekhawatiran mereka adalah, bila hal ini bisa  terjadi pada sebuah institusi pengelola dana pensiun suatu BUMN, ini adalah sebuah mimpi buruk yang benar-benar bisa menjadi kenyataan bagi para  pengeloa dana pensiun BUMN lainnya.
Padahal, konon menurut undang-undang no. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, kekayaan institusi pengelola dana pensiun terpisah dari kekayaan Pendirinya, yang tidak lain adalah badan usaha milik negara.
Oleh karena itu, langkah melakukan uji materi undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi dirasa paling tepat dilakukan untuk menyelamatkan para pengelola dana pensiun BUMN dari musibah ‘dikorupsikan’ di masa datang.

Jaminan masa pensiun: sebuah pemikiran
Lahirnya pemikiran tentang pensiun, bila diperhatikan,  dilandasi oleh keinginan setiap orang untuk bisa mempertahankan kemampuan ekonominya setelah yang bersangkutan tidak lagi aktif  bekerja, karena telah memasuki batas usia purna kerja atau karena suatu alasan tertentu.
Mengingat jaminan di hari tua secara prinsip juga merupakan tanggung jawab pemberi kerja, pemupukan dana pensiun dilakukan melalui kerjasama antara pekerja yang bersangkutan dan pemberi kerja. Sementara itu, pengelolaannya dapat dilakukan oleh pemberi kerja atau dapat diserahkan kepada lembaga pengelola yang ditunjuk.
Dengan berbagai pertimbangan, antara lain efisiensi dan terutama manfaat bagi bagi para pekerja, pengelolaan dana pensiun kemudian dikombinasikan dengan pola asuransi yang dalam beberapa hal dapat memberikan jaminan kepastian dan manfaat lebih kepada para pekerja. Itulah sebabnya, bila dicermati, pengelolaan dana pensiun  kemudian lebih cenderung dipercayakan kepada lembaga asuransi.
Penyerahan pengelolaan dana pensiun kepada lembaga lain, dalam hal ini antara lain kepada lembaga asuransi, merupakan praktek yang sehat (sound practice) dilihat dari segi tata kelola keuangan. Paling tidak bila dicermati dari dua  sisi sebagai berikut, yaitu tentang:
1.   kepastian keberadaan pendanaan, yaitu terpisah dari pengelolaan dana pada perusahaan pemberi kerja;
2.   pengelolaan yang dilakukan secara independen oleh para profesional.
Namun demikian, karena berbagai alasan tertentu, masih dapat diketemukan beberapa perusahaan yang enggan mempercayakan pengelolaannya kepada pihak lain.

Berbagai model
Dalam perkembangannya, sesuai kebutuhan para pihak, yaitu para pekerja dan pemberi kerja, jaminan masa pensiun bagi para pekerja terbagi dalam dua model. Model pertama, yaitu berupa jaminan masa pensiun yang dibayarkan atas dasar iuran pasti, sedangkan model kedua berupa jaminan masa pensiun yang dibayarkan atas dasar manfaat pasti.
Dalam model pertama, yaitu jaminan pensiun yang didasarkan pada iuran pasti, para pekerja yang merupakan peserta program pensiun diwajibkan membayar iuran pensiun atau premi dalam jumlah yang pasti. Misalnya, besarannya ditentukan dalam bentuk persentase tertentu dari penghasilan yang diterimanya setiap bulan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan penghasilan, pada umumnya berupa penghasilan dasar. Yaitu, tidak termasuk tunjangan yang sifatnya tidak permanen.
Kelak, ketika masa pensiun tiba, para peserta program hanya akan menerima sejumlah uang yang besarannya tidak pasti. Yaitu, sebesar jumlah iuran/ premi yang telah dibayarkan selama masa aktif ditambah  dengan hasil pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga pengelola dana pensiun yang bersangkutan.
Hal penting yang perlu diketahui dalam model ini adalah, bahwa arah pengembangan dana melalui kegiatan investasi ditetapkan oleh para peserta program sendiri melalui sebuah mekanisme. Konsekuensinya,  akibat yang terjadi dalam keputusan investasi dimaksud bukan menjadi tanggung jawab lembaga pengelola, melainkan menjadi tanggungjawab para peserta program.
Berbeda dengan model iuran pasti, model manfaat pasti akan membayarkan pensiun kepada para peserta program sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan sebelumnya oleh kedua belah pihak.
Terdapat dua hal yang secara signifikan membedakan program manfaat pasti dengan program iuran pasti. Dalam program pensiun  dengan manfaat pasti, besaran iuran ditetapkan secara periodik sesuai dengan perkembangan keadaan keuangan sehubungan dengan target manfaat yang akan diberikan kepada para peserta. Sementara itu, arah tindakan dalam pengelolaan, yaitu investasi, dilakukan sepenuhnya oleh pemberi kerja, yang dalam hal ini merupakan Pendiri lembaga pengelola dana pensiun.
Hal yang terakhir tersebut membawa konsekuensi bahwa segala akibat keputusan investasi yang dilakukan oleh lembaga pengelola dana pensiun menjadi tanggungjawab pemberi kerja yang bertindak selaku pendiri institusi pengelola dana pensiun.

Konsekuensi terhadap kelembagaan
Dengan karakter yang secara signiffikan berbeda antara kedua model tersebut membawa konsekuensi terhadap status kelembagaan dana pensiun. Yaitu, berupa keterhubungan antara perusahaan sebagai pemberi kerja yang merupakan pendiri lembaga pensiun dengan lembaga dana pensiun itu sendiri yang berperan selaku pengelola.
Dalam model pensiun dengan iuran pasti, keterhubungan antara Pendiri dengan Pengelola, khususnya di bidang keuangan adalah sangat terbatas. Yaitu, sekedar berupa penyerahan sejumlah dana dari Pendiri kepada lembaga pengelola. Sementara itu, risiko pengelolaannya berada di tangan para peserta program sebagai pengarah dalam pengelolaan dana, terutama dalam kegiatan investasi. Bukan di tangan perusahaan pemberi kerja selaku Pendiri.
Atas dasar hal tersebut, lembaga pengelola dana pensiun dengan program iuran pasti, pada umumnya, merupakan sebuah lembaga yang bersifat independen terhadap pemberi kerja (Pendiri) yang memiliki keterpisahan  baik dalam hal kekayaan, pengelolaan, maupun risiko pengelolaan.
Oleh karena itu, walaupun dalam kenyataan, beberapa lembaga pengelola dana pensiun menyandang nama perusahaan pemberi kerjanya, secara kelembagaan merupakan sebuah lembaga yang memiliki status independen.
Namun tidak demikian halnya dengan lembaga pengelola dana pensiun dengan program manfaat pasti. Keterpisahan kekayaan yang digunakan untuk dapat menjamin terlaksananya program pembayaran pensiun kepada para peserta program dapat ditengarai hanya bersifat terbatas, dan cenderung bersifat semu.
Ketidakmampuan lembaga pengelola dana pensiun dengan program manfaat pasti untuk membayar kewajiban kepada para peserta program akan menjadi tanggung jawab pihak pemberi kerja selaku Pendiri. Ini merupakan konsekuensi logis dari sebuah kesepakatan bahwa arahan pengelolaan dana, khususnya untuk kegiatan investasi, merupakan hak dan kewenangan pihak Pendiri.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila keterlibatan Pendiri dalam pengelolaan dana pensiun tersebut sangat intensif. Hal tersebut dapat dilihat dalam struktur organisasinya dimana pihak Pendiri menempatkan wakilnya, bukan saja dalam jajaran Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas, melainkan juga dalam posisi-posisi strategis di dalam jajaran Direksi. 

( ……….)